Pak Lurah Dasuki dan Desa Wisata Budaya Jono Bojonegoro
|Sebelumnya tak banyak yang saya tahu tentang Bojonegoro, selain klub sepakbola Persibo Bojonegoro. Ternyata Bojonegoro juga memiliki sebuah desa wisata budaya yang diam-diam menjadi pusat kesenian dan budaya. Bahkan tahun 2011 lalu, Desa Jono menjadi tuan rumah Kongres Bahasa Jawa 2011. Desa Jono yang terletak sekitar 22 km dari pusat Kota Bojonegoro selalu ramai dengan atraksi budaya, mulai dari jaranan sampai ketoprak. Meskipun tetap bekerja sebagai petani, semua warga Desa Jono selalu ambil bagian dalam pertunjukan seni.

Sejarah perkembangan seni budaya di Desa Jono tidak lepas dari pemuda kampung bernama Dasuki. Sejak usia 13 tahun, Dasuki sudah menjadi anggota grup kesenian jaranan, semacam tarian dengan asesoris kuda-kudaan. Dasuki remaja sudah ngamen keliling kampung bersama teman-temannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada awal tahun 1970-an, Dasuki mendirikan grup kesenian jaranan Sarutomo dan grup kesenian ketoprak Setyo Budoyo. Dasuki sukses menggaet pemuda kampung untuk bergabung ke dalam grup keseniannya. Namun pada tahun 1979, grup kesenian yang dirintisnya terpaksa gulung tikar.
Tahun 1980-an kegiatan seni budaya di Desa Jono begitu sepi. Sementara Dasuki beralih profesi menjadi pedagang kayu dan memendam bakat seninya. Setelah hampir sepuluh tahun menjadi pedagang kayu, Dasuki akhirnya kembali menggerakkan kegiatan seni budaya di kampungnya. Hasil kesuksesannya sebagai pedagang kayu digunakan untuk mendirikan grup kesenian ketoprak Ngesti Budoyo pada tahun 1989. Uang Rp. 15 juta yang awalnya ingin digunakan untuk naik haji malah digunakan Dasuki untuk membeli perlengkapan pementasan ketoprak. Keputusan Dasuki itu membuat keluarganya terheran-heran, terutama ibunya sendiri.
Usaha merintis grup kesenian ketoprak Ngesti Budoyo didukung dengan suksesnya usaha kayu yang digeluti Dasuki. Setelah membeli perlengkapan pementasan ketoprak, Dasuki kemudian membeli beberapa truk sehingga tidak perlu menyewa kendaraan pengangkut. Selain melengkapi perlengkapan, Dasuki juga melakukan regenerasi dengan melatih anak-anak usia sekolah. Anak-anak itu kemudian diajak untuk pentas tayub, ketoprak, dan kesenian lainnya. Secara perlahan minat para anak-anak desa mulai meningkat untuk melestarikan seni dan budaya.
Pada tahun 2007, banyak warga mencalonkan Dasuki menjadi kepala desa karena apa yang telah dilakukan Dasuki selama ini. Meskipun hanya lulus dari program kejar paket C, Dasuki akhirnya terpilih karena banyak warga yang terkesan. Setelah menjadi lurah, Dasuki mendorong Desa Jono menjadi desa wisata budaya dengan melakukan beberapa kegiatan kesenian, mulai dari karawitan anak-anak sampai tari gambyong. Dasuki juga mengembangkan kerajinan batik βJonegoroanβ dengan mendatangkan beberapa ahli batik untuk mengajari warga desa. Sampai saat ini sudah ada sekitar 400 warga yang menjadi perajin batik βJonegoroanβ.
Jika ingin berkunjung ke Desa Jono, Anda bisa tinggal di 24 homestay yang sudah disediakan untuk menjamu tamu desa wisata budaya ini.
wah aku lom pernah maen ksana mas., mungkin lain waktu ingin juga,. π
Kapan-kapan ke Desa Wisata Budaya Jono bareng saya yuk.. π
Berarti pemikiran gemilang tidak tersekat oleh pendidikan yang hanya sampai kejar
kejaranpaket C. Mungkin Indonesiaku menbutuhkan Desuki-Desuki lain yang tersebar di seluruh pelosok. Agar yang di daerah bisa merasakan kesejahteraan lewat kesenian dan budaya. Semoga tambah maju saja desa Jono πSalam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
Lho! Emang harus kejar-kejaran ya, Bli? π
semoga kian banyak yang peduli seperti agan Dasuki entuh… π
kapan2, kalau ada waktu luang, pengen kesana ah, π
pak Lurah yang memberi contoh baik tu,.. andai semua pak lurah begitu ya kak..:(
Kalau aku, yang aku tahu tentang bojonegoro cuma komunitas bloggernya.
Sekarang jadi tau kalau bojonegoro juga fantastis π
Ehiya lupa saya, ada juga Komunitas Blogger Bojonegoro..
keren banget sih Dasuki itu ya… boleh deh dimampirkan kesana kalau ke bojonegoro.. nih ada homestaynya lagi..
Iya, Mas..
Kalau sudah sampai di Bojonegoro tinggal nyari Pak Lurah Dasuki..
Insya Allah aman. π
salut untuk bapak Dasuki yang sudah “nguri-uri kabudayan Jawi”…
Nguri-nguri kabudayan Jawi. Enak denger kalimat ini..
salut buat warganya khususnya sama pak dasuki yg sangat total mengembangkan seni budaya.. boleh nih jadi satu tujuan wisata
Iya, Mas..
Desa Jono memang sudah jadi desa wisata budaya yang pantas untuk dikunjungi..
wah-wah, dunia seni budaya memang menarik kalau dilestarikan, seperti diatas, adanya orang2 penting yang tentu bukan karena jabatan tapi karena panggilan hati untuk bisa membuat budaya tetap hidup.
bojonegoro? kalau saya kesana apa alasannya yah? π
Ya karena ingin jalan-jalan, wisata sambil melestarikan budaya asli Indonesia..
wah.. hebat ya Pak Dasuki. Saya senang sekali melihat masyarakat yang aktif berkesenian..
Iya, apalagi umumnya para pemuda minatnya dengan seni modern dan melupakan kesenian asli Indonesia..
Saya lupa kapan terakhir ke Bojonegoro.. mungkin sudah 6tahun yang lalu
Ayo ke Bojonegoro lagi, Om..
Wah baru denger ini mas, manteb banget kiprahnya. Orang jawa lainnya harus segera mengikuti ini…
hehehe, aku jadi bangga menjadi orang bojonegoro ^^
Andaikan seluruh desa dipimpin oleh orang – orang seperti Pak Dasuki Ini, Indonesia pastinya akan semakin maju.
Desa Jono, Saya sendiri sudah merasakan bagaimana berada disana. Desa yang hijau dan penduduknya yang ramah tamah dengan Lurahnya yang bernama pak Dasuki, dapat memaksimalkan potensi yang ada dengan membuka lapangan pekerjaan bagi seluruh masyarakatnya yang ingin bekerja.
maju terus Pak Dasuki!
Saya adalah menantu bpk Dasuki yg sekarang berada di London Inggris. Sy jg salut banget dgn ketekunan mertua sy, sayangnya suami tdk mau nyusul aku dan anak2 ke London, padahal anak2 sangat rindu ayahnya. Salam sejahtera selalu tuk semua keluarga di jono temayang.
Hebat..jadi pengen ke sana, padahal saya asli Bojonegoro tapi baru tahu kalau Bojonegoro punya Desa Wisata. Semogga semakin jaya, dan budaya di Bojongoro tidak hilang begitu saja. Tertarik penelitian di sana π